Monday, September 30, 2013

SEJARAH INTELIJEN INDONESIA

Perjalanan lembaga Intelijen negara telah menapaki jalan panjang, seiring lahir dan berkembangnya Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, masih pada bulan Agustus 1945, pemerintah Republik Indonesia mendirikan badan Intelijen untuk pertama kalinya, yang dinamakan Badan Istimewa. Kolonel Zulkifli Lubis ditunjuk memimpin lembaga ini bersama sekitar 40 mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang menjadi penyelidik militer khusus. Personel-personel Intelijen pada lembaga ini merupakan lulusan Sekolah Intelijen Militer Nakano, yang didirikan pendudukan Jepang pada tahun 1943. Zulkifli Lubis merupakan lulusan sekaligus komandan Intelijen pertama.
Pada awal Mei 1946, dilakukan pelatihan khusus di daerah Ambarawa. Sekitar 30 pemuda lulusannya menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI). Lembaga ini menjadi "payung" gerakan Intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.
Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk "Badan Pertahanan B" yang dikepalai seorang mantan komisioner polisi pada bulan Juli 1946. Kemudian dilakukan penyatuan seluruh seluruh badan Intelijen di bawah Menhan pada 30 April 1947. BRANI menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B.
Di awal tahun 1952, Kepala Staf Angkatan Perang, T.B. Simatupang menurunkan lembaga Intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Pada tahun yang sama, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menhan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima tawaran Central Intelligence Agency Amerika Serikat (CIA) untuk melatih calon-calon intel profesional Indonesia di Pulau Saipan, Filipina.
Sepanjang tahun 1952-1958, seluruh angkatan dan Kepolisian memiliki badan Intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional yang solid. Maka 5 Desember 1958 Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dan dipimpin oleh Kolonel Laut Pirngadi sebagai Kepala.
Selanjutnya, 10 November 1959, BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh DR Soebandrio. Di era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi Komunis dan non-Komunis di tubuh militer, termasuk Intelijen.
Setelah gonjang-ganjing tahun 1965, Soeharto mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOPKAMTIB). Selanjutnya di seluruh daerah (Komando Daerah Militer/Kodam) dibentuk Satuan Tugas Intelijen (STI).
Pada tanggal 22 Agustus 1966, Soeharto mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) yang dipimpin oleh Brigjen Yoga Sugomo sebagai Kepala. Kepala Komando Intelijen Negara (KIN) bertanggung jawab langsung kepada Soeharto.
Sebagai lembaga Intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki Operasi Khusus (Opsu) di bawah Letkol Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani dan Aloysius Sugiyanto.
Kurang dari setahun, 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Mayjen Soedirgo menjadi Kepala BAKIN pertama.
Pada masa Mayjen Sutopo Juwono, BAKIN memiliki Deputi II di bawah Kolonel Nicklany Soedardjo, perwira Polisi Militer (POM) lulusan Fort Gordon, AS.
Sebenarnya di awal 1965 Nicklany sudah membentuk unit intel PM, yaitu Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Pintel) POM. Secara resmi, DenPintel POM menjadi Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel), lalu tahun 1976 menjadi Satuan Pelaksana (Satlak) BAKIN dan di era 1980-an kelak menjadi Unit Pelaksana (UP) 01.
Mulai tahun 1970 terjadi reorganisasi BAKIN dengan tambahan Deputi III pos Opsus di bawah Brigjen Ali Moertopo. Sebagai inner circle Soeharto, Opsus dipandang paling prestisius di BAKIN, mulai dari urusan domestik Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat dan kelahiran mesin politik Golongan Karya (Golkar) sampai masalah Indocina.
Tahun 1983, sebagai Wakil Kepala BAKIN, L.B. Moerdani memperluas kegiatan Intelijen menjadi Badan Intelijen Strategis (BAIS). Selanjutnya BAKIN tinggal menjadi sebuah direktorat kontra-subversi dari Orde Baru.
Setelah mencopot L.B. Moerdani sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), tahun 1993 Soeharto mengurangi mandat BAIS dan mengganti namanya menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA).
Tahun 2000 Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengubah BAKIN menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang.
Dengan demikian, sejak 1945 s/d sekarang, organisasi Intelijen negara telah berganti nama sebanyak 6 (enam) kali:
  1. BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia)
  2. BKI (Badan Koordinasi Intelijen)
  3. BPI (Badan Pusat Intelijen)
  4. KIN (Komando Intelijen Negara)
  5. BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara)
  6. BIN (Badan Intelijen Negara)
Sejak nomenklatur lembaga Intelijen negara dirubah menjadi Badan Intelijen Negara (BIN), lembaga ini dipimpin oleh :
  1. Letnan Jenderal (Purn). Arie J. Kuma'at
    (1999 - 2001, Kabinet Gotong Royong)
  2. Jenderal (Purn). A.M. Hendropriyono
    (2001 - 2004, Kabinet Gotong Royong)
  3. Mayor Jenderal (Purn). Syamsir Siregar
    (8 Desember 2004 - 22 Oktober 2009, Kabinet Indonesia Bersatu I)
  4. Jenderal Polisi (Purn). Sutanto
    (22 Oktober 2009 - 19 Oktober 2011, Kabinet Indonesia Bersatu II)
  5. Letnan Jenderal (TNI). Marciano Norman
    (19 Oktober 2011 - sekarang, Kabinet Indonesia Bersatu II)

No comments:

Post a Comment